Part I
Untuk sahabat yang tak akan pernah tergantikan..,
Dia yang tiap siang menungguku di gerbang belakang sekolah. Tiap pukul 13.15 dia pasti sudah berdiri didepan pagar itu. Jika dihitung dalam 3 tahun, maka mungkin hanya sekitar 20-25 kali aku yang menunggunya. Kastalisasi pendidikanlah yang membuat kami seperti itu. Aku berada dikelas yang dianggap kelas PLUS..PLUS.. Yang membuat guru-guru betah untuk duduk lama dan ingin mencurahkan segala ilmunya pada kami padahal cacing diperut kami telah berdemo ingin mencuri makanan diusus. Alhasil, seringlah kami menjadi kelas yang paling lama merespon bel yang menyatakan habisnya jam pelajaran itu.
Keadaan ini tak beda jauh ketika kami berseragam putih abu-abu. Bahkan lebih ganas. Kastalisasi pendidikan semakin menjadi. Aku kembali dikategorikan masuk kelas yang di anggap ‘unggulan’. Kelas yang disetiap kepala anggotanya terdapat tanda ‘pedang’, siap berperang memperebutkan piala. Entah apa piala itu. Aku pun tak mengerti. Aku selalu berada dikondisi dimana tipa orang siap bersaing, tanpa mengenal lelah. Yah.., harus bagaimana. Jika kami tak siap bersaing maka kami akan terlempar ke kelas yang dikatakan regular dan harus menahan malu karena dianggap tercampak. Aku sendiri tak tahu apa perbedaan kelas unggulan dan kelas regular. Kelasku sendiri berada di tingkat 2 dan berada nun jauh di dekat kantor guru melewati 3 lapangan besar dengan sahabatku dikelas regular. Hal ini membuat kami tak bisa bergaul dengan teman-teman seusia dan seleting kami. Sebab, seperti dipingit, kami dijejerkan hanya dengan kelas unggulan.
Kali ini lebih parah. Pernah, dia sahabatku yang tak akan pernah tergantikan menungguku hingga 1 jam. Karena alasan aku rapat atau ada guru yang jam tangannya mati dan berpura-pura tak mendengar bel pulang.
Atau, dia yang selalu menemaniku berenang ketika aku dilanda banyak pertanyaan yang bergelantung diotakku. Dialah yang begitu mengerti akan cintanya aku pada kolam renang. Akan kepuasan tersendiri ketika aku berenang. Padahal, ia tak bisa berenang sama sekali. Selama 3 tahun kami rajin ke kolam renang minimal 2 minggu sekali, dia tak juga bisa berenang. Ahha.., dasar. Tapi, dia selalu ada untuk menemanuku berenang. Dia selalu ada untuk melihatku melayang di air itu dan meluncur dari ujung ke ujung kolam. Dialah sahabat yang selalu ada untukku di saat senang dan sedihku.
Jika aku tak mempunyai sahabat luar biasa sepertinya, aku tak akan tau rasanya berteman dengan teman-teman yang begitu lugas dan menyenangkan. Teman-temanku adalah orang-orang yang serius, dia mengajakku berteman dengan orang-orang yang selalu terbuka dan tak segan tertawa atau mentertawakan orang. Ahha…
Dia yang selalu mengingat ulang tahunku. Dia yang selalu berusaha mencarikan kado yang mampu membuatku tersenyum. Dia yang tahu tentang pilihanku yang selalu diluar dari yang orang lain suka. Dia yang paling tahu bahwa hitam adalah warna favoritku.
Dan hanya dialah yang mampu menolak ajakan pacarnya untuk pulang bersama, demi berjalan kaki 5 km denganku. Hanya dia pula lah yang menolak ajakan pacarnya untuk jalan di malam minggu demi menemaniku makan es krim di Legian. Dan hanya dialah yang menyuruh pacarnya untuk mengaku salah didepanku demi mendapat maaf darinya. Siapa aku..? Aku hanya sahabatnya. Dan dia adalah sahabat yang terlalu indah untukku. Sangat indah.
Dia sahabatku yang berambut panjang hitam legam dan berkulit kuning sawo yang lugas. Sahabatku yang paling malas mengenakan helm. Berulang kali aku mengingatkannya bahwa helm dipakai bukan karena polisi namun untuk keamanan, berulang kali pula nasehatku itu masuk telinga kanannya, lalu keluar dari telinga kiri. Atau, malah membal.., masuk telinga kanan,keluar juga dari telinga kanan. Huft…
Dia sahabatku penggila warna pink, yang tak pernah bosan mendengar kisah cintaku yang bodoh. Dia, pendengar paling sabar dalam rangkaian cerita cintaku yang tak pernah berubah. Dia pula yang mengerti betapa kerasnya hatiku ini. Hah,..
Dia, gadis yang begitu sederhana dengan mimpi yang besar. Sahabatku, yang mempercayaiku untuk melihat hasil test-nya. Kini, ia bergelut di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Cintai yang sudah menjadi takdirmu itu, sahabatku. Aku yakin, engkau akan membuat orang disekitarmu tersenyum seperti engkau yang membuat aku yang selalu tersenyum dalam rinduku padamu.
Maaf, akulah yang menjauh. Maaf, akulah yang memutuskan melanjutkan studi yang membuat kita terpisah diantara 2 pulau. Maaf, akulah yang membuat kita tak bisa lagi pulang sekolah bersama. Maaf, akulah yang membuat kita tak bisa lagi berenang bareng. Atau lari kocar kacir meningkatkan kecepatan sepeda motor karena dikejar-kejar polisi. Maaf, akulah yang melarikan diri dari tanggung jawab menemanimu makan tahu sumedang atau es krim Legian, atau makan bakso misterius dan miso Wilem yang paling enak seantero Kisaran itu.
Aku tak menemukan sahabat sepertimu disini. Dan aku yakin tak akan pernah bisa. Engkau hanya satu di dunia ini. Sahabatku, Try Desfi Rahayu.., aku sangat merindukanmu.