Dear Dilan, aku rindu.
Yap, gw adalah pembaca Dilan 1990, Dilan 1991, dan Milea yang berhasil jatuh cinta sama Dilan hanya dalam bacaan beberapa halaman. Gw nggak punya alasan untuk nggak jatuh cinta sama sosok Dilan, jadi gw pun paham gimana Milea jatuh hati pada Dilan hingga rindu hampir gila.
That’s why, waktu gw tau tokoh Dilan bakal nangkring di layar gede, gw harus nonton. Dari trailer yang dikeluarin Falcon, banyak banget komentar kenapa Iqbal yang jadi Dilan. Actually, gw juga sempat mencak-mencak sendiri saking keselnya. Mending Adipati lah, si ini lah, si itu lah. Banyak beut komentar. Yah, namanya juga netizen. Mungkin karena anggapan dia masih kecil gegara dulu liat dia nyanyi bareng Coboy Junior. Kita nggak nyadar aja kalau dedek kecil itu udah remaja hampir dewasa. Yang.., yaa baiklah gw akuin dia ganteng juga. Hahaha. Gw kepincut.
Akhirnya, kemarin pulang kantor gw pun nonton Dilan. Thanks to M-Tix yang bikin gw tetap dapet best spot buat nonton di bioskop kesayangan gw, XXI Epicentrum.
“Film Indonesia. Gw nggak semangat nonton.” Kata movie partner gw dengan muka lusuh menuju studio 1 bioskop.
“Liat dulu, jangan underestimate.” Jawab gw.
Iklan yang bejibun banyaknya itu sempat bikin bosen (sebenarnya ini bagus buat si film). Lalu dimulai dengan Milea dan tulisannya. Sepuluh menit kemudian teman gw ketawa dengan gombalan Dilan.
“Antara cool dan freak.” Katanya.
Iya, yang ngomong itu cowok dan dia bukan gay. That means, Iqbal berhasil ngambil hati penonton termasuk manusia pecinta film action Amerika seperti dia ini.
Aku belum mencintaimu. Nggak tau kalau sore.
Mikirin kamu itu nyakitin dan membingungkan. Tapi bingung juga kenapa nggak bisa ngilangin kamu dari pikiran.
Jangan bilang ada yang menyakitimu. Atau nanti orang itu akan hilang.
Siapa yang nggak kepincut sama manisnya kata-kata Dilan coba? Tapi, di sini ada pesan intrinsik lain. Dalam kisah cinta Milea, actually bukan cuma Dilan yang punya sisi romantis. Apa yang dilakukan Nandan dengan terus berada di sisi Milea juga sebenarnya nggak boleh kita singkirin. Malah seharusnya jadi sorotan. Why? Karena disitu pula beda gombalan tulus atau cuma modus. Toh, cowok emang ditakdirin buat gombalin cewek. Kalau udah nikah gombalan malah dapet pahala.
Menurut gw , film ini cukup memvisualisasikan apa yang ada di novel. Gw sebagai pembaca novelnya cukup hafal dengan dialog gombalan Dilan yang divisualisasikan dengan cool bercampur freak dan berakhir manis lalu mengena di hati. Kira-kira begitu.
Setelah sekitar dua jam, film ini masih menggantung. Dan, ya sesuai novelnya, filmnya pun dibagi-bagi. Kalau di novel jadi 3 bagian, menurut gw versi filmnya menjadi 2 bagian.
Overall, film ini patut ditonton bagi para cowok yang mungkin latihan romantis dan cewek yang berdoa dapet sosok romantis kayak Dilan. Hahaha…
“Emang romantis itu apa sih? Harus banget ngomong manis kayak Dilan? Nggak juga lah. Tiap cowok punya cara romantisnya sendiri.” Kilah doi setelah nonton film.
“Bodo amat!!”
Note:
Walau status film ini untuk remaja, seharusnya film ini nggak ditonton anak SMP, SMA, apalagi SD. Banyak nilai intrinsik yang sulit dipahami (pendidikan, keluarga, sopan santun, dll) dan malah bisa fokus cinta-cintaan doank.
Gizsya