I Love You

Hai, apa kabar?
Gw lagi di coffee shop favorit gw. Masih duduk bareng laptop dan masih minum kopi. Dan, hmm..masih berkutat dengan beberapa file deadline.
Gw nggak tau mau nulis apa, suer. Gw durhaka sama file deadline gara-gara udah pusing dan harus menuangkan pusing itu di sini. Wahai blog tercinta, please jangan ngambek. U know how much I love u.
I LOVE YOU.
Iya, tiga kata penuh makna yang kadang bikin gila, bikin pusing, bikin kangen, dan bikin bahagia. Haha..
Mari kita bahas. (Kenapa jadi ngomongin cinta ya? Yaudahlah yaa….)
Jadi keinget salah seorang teman gw.
Namanya dr Arumeet Kaur. Gw pake nama asli, karena inshaa Allah doi nggak ngambek. Gw kenal doi beberapa minggu lalu dalam pertemuan volunteeruntuk anak-anak pedalaman. Gw sempat bingung kenapa doi tertarik ngobrol sama gw yang mukanya lebih pas jadi murid daripada jadi volunteer guru. Dengan Bahasa Inggris pas-pasan gw pun berusaha banget ngobrol sama dia.
“What’s your name again?”
“Gizsya. G for google.”
“I’m doctor Arumeet.”
Gw lalu pasang muka paling manis yang gw punya. Gw senyum, maksudnya.
Singkat cerita, doi adalah dokter berkebangsaan India yang nangkring di Jakarta karena ikut suaminya. Kalau nggak salah suaminya itu salah satu penulis dan produser salah satu rumah film di Indonesia. Kira-kira begitu.
Tapi, dia bukan dokter layaknya abang gw yang pake jas putih dan stetoskop. Dia itu dokter yang menyembuhnkan dengan cara yoga dan terapi positive thinking. Gw bingung gimana jelasinnya, intinya kayak penyembuhan melalui soul gitu.
“Healthy is all about ur happiness, Gizsya. Just like how you smile right now. I know you are happy.”
Gw bingung, tapi gw seneng banget ngobrol sama doi. Dengan ilmu pas-pasan hasil baca buku Erbe Sentanu dan Dee Lestari yang sedikit nyambung sama ilmu beliau, gw coba ngambil intisari dari yang beliau maksud.
Jadi, setelah memperbaiki ‘soul’ pasiennya untuk bahagia, barulah obat yang dapat berfungsi maksimal. Beliau tetap ngasi resep untuk pasiennya, tapi nggak boleh tanpa ‘terapi bahagia’. Kira-kira begitu.
“I LOVE YOU, Gizsya.”
Di akhir obrolan dia bilang I love You ke gw. Dia cewek, udah usia ibu-ibu, dan entah kenapa kata-kata I Love You yang dia ucapkan mampu bikin gw bergidik dan senyum maksimal.
“I LOVE YOU TOO, Doctor. Thank you very much.”
Gw refleks jawab itu. Gw bingung jelasinnya, tapi kayak ada energi positif yang masuk ke badan gw seketika. Bikin gw bahagia.
“Doctor, may I ask you something?”
“Yes, of course.”
“Why u say I love u all of sudden?”
“Gizsya, I love you is magic words. It can make everyone happy.”
Dan bener. Gw seneng banget sore itu.
Tadi siang, sebelum gw nangkring di coffee shopini, gw whatsapp-an bareng beliau. Di akhir chatting, beliau mengakhiri dengan kata LOVE YOU.
See?
But, I still have one question for her.
Bilang I love You mudah. Karena semudah itu juga menyebar ketulusan dan kebaikan.
Tapi, kalau ‘love’ yang dimaksud itu tentang jatuh cinta, why is it so hard, Doctor?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *