Cerita Senja Suatu Ketika: Masih Gila (Surat Ke-4)


Beberapa sore belakangan ini, aku menikmati matahari terbenam bersama Dewi Senja.
Dia baik sekali. Dia memegang tanganku tiap kali terbang ke barat memancarkan warna jingga ke segala arah. Sampai ketika dia mengajakku terbang ke langit utara. Tapi, aku takut jatuh dan cedera. Dewi Senja bilang, aku khawatir tak berdaya tanpa alasan nyata. Dia banyak bertanya. Tapi, aku diam saja.
Hai Dewa Malam. Apa kabar?
Sudah lama aku tidak menyapamu. Aku rindu.
Sudah lama kau tidak memanggilku ‘gila’. Mungkin aku sudah terbiasa. Aku suka berteman dengan Dewi Senja, tapi aku takut cerita tentang utara. Mungkin benar karena aku masih gila.
Hai Dewa Malam.
Aku ingin terbang bersamamu menertawakan malam kerinduan yang kau bilang gila. Entah untuk sebab apa, kali ini aku ingin bilang kau benar tentang menyebutku gila. Aku masih rindu dia, tapi aku juga masih takut ke utara. Ada apa dengan hatiku yang masih tak sanggup berkata?
Kemarin malam, aku meneguk coffee latte yang kau suka. Ingin sekali aku menyapamu dan terbang ke angkasa. Menikmati wangi kopi dan menyeruputnya pelan di atas awan malam dengan angin semilir menyapa.
Tapi, sekarang, di suatu senja aku sedang kembali menulis surat untuknya. Surat yang kuyakin ia tak paham tiap katanya. Apalagi memahami tentang apa yang ku rasa.
Wahai Dewi Senja.
Maafkan aku belum bisa berbagi cerita yang ingin kau dengar tentang utara. Aku akan coba lain kali jika aku merasa sudah siap untuk cerita. Ku mohon, kau pasti mengerti tentang rasa yang sepertinya mirip dengan kisah senja.
Hai kamu.
Pergilah. Membenamlah. Hilanglah. Atau mati saja. Setidaknya, tidak terus jadi tokohku yang sebenarnya penuh iba. Aku tak suka!
Gizsya

Note: Cerita Senja Suatu Ketika adalah cerita fiksi yang dibagi menjadi beberapa cerita pendek.  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *