Kepuasan Hidup Bukan dari Status

Postingan ini hadir atas hasil percakapan gw dengan dua kakak kosan sekaligus senior gw di kampus. Kehadiran mereka di kampus ya jangan ditanya. Gw aja lagi skripsi, nah berarti ini dua tuyul (hehe) udah sibuk mencari duit dan mengejar mimpi dengan skala yang lebih tinggi.
Martin: “Sya, ngerjain skripsi bareng yuk.”
Gw: “Lah, kakak belum kelar? Udah semester 11 donk sekarang?”
Martin: “Hehe, iya. Nggak apa-apa lah. Toh sekarang gw survive. CEO gw di kantor aja D3 juga kagak lulus.”
Gw: “Nah, itu kenapa dia sekarang malah S2?” Gw nunjuk kakak satunya (Pedro)  yang lagi asyik sama laptopnya.
Martin: “Dia mah tujuannya beda.”
Gw: “Lah. Emang buat apa?”
Pedro: “Gw S2 buat syarat kawin. Gw nggak bakal kawin sebelum S2.”
Gw: -___-
Paradoks! Dua sekawan, rekan sekantor, kamar sebelahan, hobi samaan, eh yang satu nyantai banget sama kuliahnya, yang satu malah mengejar pendidikan dengan jenjang yang lebih.
Nah, tapi itu kali ya yang namanya pilihan. Setidaknya, yang gw tau mereka berdua ini adalah orang-orang yang bekerja sesuai yang mereka suka. Gw nggak tau pasti sih itu udah sesuai passion mereka atau nggak, yang pasti I know they love it.
Soalnya, Kak Martin itu sempat ditawarin beberapa perusahaan bergengsi tapi doi nggak mau. Tapi ya, dia yang sekarang menunda skripsi itu anak kumlaude loh. One of yang terpintar di prodinya di kampus. Tapi, ya tetap aja kelakukannya nyantai malah di tingkat akhir.
Nah, kalau Kak Pedro itu udah aktif nyari duit sebelum semester tua di kampus. Nah, dia ini malah mahasiswa yang nyantai banget kuliah. Tapi, eh ternyata kelar S1 langsung S2 loh. Ternyata, rencana hidupnya kayak gitu.
Ngomong-ngomong tentang rencana hidup. Mau ambil jalan yang mana, apa yang mau dikejar, itu semua pilihan. Termasuk tentang pendidikan dan pekerjaan. Atau bahkan, apa yang sudah direncanakan bisa berubah. Kenapa demikian?
Terkadang rencana hidup yang kita buat melulu tentang tujuan hidup yang mapan. Rencana tentang status, jabatan, uang. Pendidikan S1 disini, S2 disitu, kerja di perusahaan ini, dapet gaji minimal sekian, rumah mewah, mobil mewah, ahh. Waktu menyusun rencana hidup kita sering lupa bahwa status, jabatan, uang dan kawan-kawannya itu nggak punya titik akhir kepuasan!
Tadinya, sering banget kita mengganggap kalau dengan mencapai tujuan hidup berupa status, jabatan dan uang itu kita bisa memperoleh kebahagiaan di masa mendatang. But, actually that’s not that simple!
Bahagia itu datangnya dari hati. Bukan dari status atau jabatan tertentu. Kalau menilainya dari status, dekaka itu, kapan bahagianya? Tahun ini jadi karyawan gaji 5 juta, tahun depannya pengen gaji naik 8 juta, terus pengen lebih dari karyawan biasa, pengen jadi wakil manajer, udah tercapai, eh terus pengen jadi manajer, terus dan terus nggak pernah puas. Apakah itu bahagia?
Nah, coba aja kita menjalani kehidupan yang kita suka. Sebelum mencapai jabatan yang tinggi pun rasa puas bisa didapat.
Sebut saja Alehandro, orang yang senang banget bikin film. Dia baru menyelesaikan video berdurasi 3 menit rasa senangnya bukan kepalang. Nggak tidur dua malam, nyengar nyengir di depan laptop melihat hasil videonya di youtube yang pengunjungnya baru dua orang. Memangnya apa yang dia dapat? Uang? Yakali, siapa yang kasi. Dia terkenal? Siapa juga yang kenal.
Tapi, dia memperoleh kepuasan dalam dirinya. Coba bayangkan, kalau di Alehandro terus melakukan sesuatu yang dia senangi itu, terus mengasah kemampuan filmnya, terus berkarya tanpa diminta, gw yakin suatu hari si Alehandro tersebut akan dipanggil produser besar untuk berkarya. Toh, Allah nggak akan membiarkan hamba-Nya yang berusaha.  Ah, betapa indahnya hidup jika melakaukan sesuatu yang disuka.
Hidup cuma sekali, kenapa harus muluk-muluk mengejar yang berlebihan jika yang sederhana mampu membuat bahagia?

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *