Udah lama nggak nyentuh blog. Gw pengen bilang kalau ini terjadi karena gw keasikan ngerjain skripsi. Tapi, kenyataannya gw cukup stres gara-gara skripsi. Hahaha. Semoga postingan ini nggak dibaca orang psikologi yak.
Nah, di penghujung status mahasiswa ini, gw dan tiga orang teman sekampus ikutan JOB EXPO yang nangkring di balairung universitas impian gw (dulu), Universitas Indonesia. Bermodal CV yang tak seberapa, muka kucel tapi tetap cantik, dan semangat empat lima kami masuk dengan senyum menggelora untuk mencari pekerjaan.
Nah, ada perdebatan dihati gw selama berada di tempat itu.
Gw pernah mosting tulisan berjudul “Kuliah Untuk Jadi Kuli” di blog gw ini beberapa bulan lalu. Dan gw pun ngerasa kepentok batu segede kepala gw waktu menjajakan CV dibeberapa perusahaaan ternama di JOB EXPO itu. Ahh…
“Apa iya gw nggak bakalan bosen kalau kerja dengan office hour?”
“Apa iya, kreativitas gw tetap jalan kalau melulu di kantor?”
“Apa iya, gw akan puas dengan gaji tinggi tapi nggak punya banyak waktu untuk melakukan hal yang gw suka?
“Apa iya ini yang gw inginkan?”
Ahhh, pertanyaan itu mengelilingi kepala gw.
Dua kali pindah kantor, gw selalu berhasil buat atasan gw ngizinin gw kerja dengan waktu yang fleksibel. Kadang gw ngantor siang, kadang sore, kadang juga nggak masuk. Yang penting kerjaan gw beres. Tapi, itu kan karena status gw masih mahasiswa. Gw punya alasan cukup kuat untuk minta waktu yang fleksibel.
Pertanyaan jenis lain muncul.
“Ini saatnya bahagiain orang tua. Kerja ditempat bonafit, pasti gaji juga tinggi. Gimana, Sya?”
“Lagian kan, lo masih muda, Sya. Masih bisa pindah-pindah kerja kalau lo bosan. Iya, kan?”
Ada lagi pertanyaan jenis kayak gini.
“Berapa banyak waktu yang terbuang kalau kreativitas mati?”
“Gimana kalau ntar nyesal?”
“Apa iya, penghasilan tinggi yang diharapkan ortu buat gw?”
“Apa iya, bahagia itu ketika rekening isinya gede?”
Nah, kan… Pertanyaan gw makin menggila.
“Emangnya selama ini lo kreativitas lo tinggi, Sya?”
“Emangnya lo yakin bakal diterima itu perusahaan bonafit?”
Hahaha.. Pertanyaan terakhir itu bikin gw ngakak.
Hidup itu pilihan. Klise dari zaman ke zaman dan sering kali jadi kunci perjalanan hidup disaat pergantian status karena naik jenjang pendidikan. Waktu itu gw memilih jadi mahasiswi akuntansi yang sebelumnya nggak pernah terpikirkan. Allah tetap mengizinkan gw melakukan yang gw suka. Allah juga sering kasi gw jalan dengan kerjaan yang gw suka. Kata hati tak pernah salah. Hm, kenapa harus takut untuk melangkah kalau Sang Maha sudah punya peta untuk hidup kita.
“Everything happens for a reason”
Begitu kata si Mawar waktu kami duduk kecapean di dalam kereta api menuju Jakarta.
Kereta Api? Bukannya commuter line?
Hehehe. Good luck..