Sajak Rindu

Hampir subuh. Kepalaku penuh. Dua sachet coffee lattesudah ku seduh. Dan kini, aku mulai jenuh.
Jari-jari ini tidak bisa diajak berkompromi untuk tidak mengklik folder tentangmu. Aku sudah mencoba segala cara untuk melupakan arti rindu. Tapi, semakin ku paksa, semakin meninggi pula rasa sesak di dadaku. Aku malu.
Aku malu pada kupu-kupu yang melirik dari balik jendela. Aku resah pada wangi mawar di halaman rumah. Aku pun mulai merasuki sendu malam tanpa cinta.
Ah, jaring perindu ini manis ditulis, namun pahit dirasa. Aku tak suka.
Tapi, menulis sajak rinduku padamu masih menjadi alasan aku begitu mencintaimu.
Aku yang mencintaimu dalam aliran darah jemari lara. Aku yang mencintaimu lewat kata-kata. Aku yang mencintaimu dalam bayangan yang tak perlu dirasa. Dan aku yang mencintaimu dalam rindu yang nyata.
Ini hanya sajak rindu. Caraku menikmati malam dengan sendu. Caraku menunggu mentari yang tak ingin pilu.
Ah, aku rindu.

Gizsya

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *